December 06, 2010

chapter 24: berpikir dan berperasaan positif (Sunday, December 05, 2010 4:48 PM)

Sampai juga dirumah. Tempat yang paling nyaman ^.^ (sebenarnya sih dimana-mana nyaman aja buat saya tergantung suasana hati he..he..) setelah bertemu teman-teman lama RYS hari Sabtu sore, dan hari ini, Minggu dengan kegiatan rutin.

Apa ya yang saya mau tulis di catatan ini? mendingan juga nulis di blog lebih private daripada di fb, ngga apa-apa lah… cuma corat-coret aja ^.^ (payah nggak pakai empati nih nulisnya:( biarin, secara lagi mood mo corat-coret...

kemarin banyak hal yang kami sharing… hmm.. seperti membaca ulang buku cerita. Demikian pula dengan hari ini.

Berpikir positif dan optimis. Jalani hidup dengan kepenuhannya. Ada hukum ketertarikan. Resonansinya menghasilkan gelombang energi konstruktif dalam siklus kehidupan. Tidak satu, dua kali saya dengar hal ini.

Mengapa bisa menghasilkan energi konstruktif /membangun? kok bisa begitu? kita mendapatkan apa yang kita pikirkan. Jadi ingat dengan buku Prof. Masaru Emoto tentang rahasia dahsyat kekuatan air. Mungkin karena tubuh manusia, kira-kira 80% nya adalah air, maka gelombang berpikir positif itu, menyebabkan resonansi yang menghasilkan energi positif yang saling tarik menarik. positif hasilnya dahsyat … negatif hasilnya destruktif/merusak…..hmm....

Jasmin bilang, semua ini tidak ada kaitannya dengan kepercayaan atau agama. Semua itu adalah hukum ketertarikan. Masuk akal. Energi yang sejenis akan berkumpul bersama ^.^ (mungkin ada hubungannya, seperti apa yang kita percayai dengan iman)

Berpikir positif harus dibarengi juga dengan berperasaan positif, supaya ada sinergi. Apa yang dipikirkan harus sejalan dengan apa yang diucapkan. Hmm kalau begitu kebiasaan kita dengan budaya yang lebih suka berbasa-basi tidak akan menyelesaikan masalah ya.. karena antara pikiran dan ucapan tidak sejalan. Yang ada masalah berlarut-larut dan kusut. Ujungnya harus jujur dengan empati yang baik dan dengan pendekatan yang berbeda-beda, ada yang nyaman dengan cara to the point, atau cerita dan perumpamaan (klo ini saya harus mikir dulu:(, bahasa belaian (anak kecil deh:(

Ternyata empati itu bukan sekadar menempatkan diri kita di tempat orang lain. Semua berawal dari berpikir dan berperasaan positif plus jujur dan keterampilan membaca situasi dan karakter yang dua terakhir itu sih masalah jam terbang..weleh..:(

Pekerjaan rumah yang terus di latih nih..^,^ Contoh: hubungan orang tua dan anak, suami dan istri, teman dan sahabat, pemimpin dan yang dipimpin, berbeda kebiasaan, mendengar orang lain tidak dalam kondisi emosi yang stabil, membaca status dan posting orang lain yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan, kemungkinan empati yang muncul pun akan berlainan, ada yang berpikir dan bertanya dengan nada kesal, marah, cuek/tidak perduli, atau berpikir dan berperasaan positif

Saat berempati terhadap orang lain, harap dihindari perkataan:

Saya mengerti perasaanmu. Saya tau bagaimana rasanya.

(Kemungkinan respon yang akan anda terima: misalnya: tidak, ibu/bapak/kakak tidak tau bagaimana perasaan saya, selama … diperlakukan …. bagaimana rasanya menerima hinaan… bla..bla…) sekalipun kita berusaha berempati positif terhadap orang tersebut. Hmm .. jadi ingat komentar …salah satu bapak yang diomongin sebagian orang Indonesia karena statementnya untuk bencana mentawai.

Karena setiap orang adalah unik, seperti sidik jari setiap orang berbeda bahkan untuk yang kembar identik sekalipun.

Tidak ada pekerjaan atau profesi apapun yang tidak melibatkan empati, walaupun prosentasenya kecil, disitu tetap ada porsi empati, yang harus dirasakan dan dijalani.

Selamat berlatih bersama melatih empati positif….^.^

Thanks Sary (who cares he..he..just kiddo ya Sar), Cik (ikutan Sary) Juju, Jasmin, Bu Rini, Dhuha, dan Fikriyah.


No comments: