December 06, 2010

Chapter 25: Permainan interaktif modern memisahkan anak-anak dari realitas (kenyataan) (Monday, December 06, 2010 11:07 PM)

Ngobrol bareng Sabtu kemarin dengan temen2, ketemu sama tulisan ini.. (thanks Jasmin, one of the most talkative men i've ever met ^.^, honest nggak pake bohong, speak out what's in my mind, Jas, latihan empati nih he..he...:)

Salah satu view yang ditulis di surat kabar 'The Jakarta Post', hari Kamis, tanggal 2 Desember 2010.

Dituliskan bahwa sebelum adanya penemuan video games di tahun 1990 an dan perkembangan jaringan sosial dunia maya, anak-anak menghabiskan waktu luangnya dengan permainan tempo dulu, seperti petak umpet, engrang/berjalan diatas bilah bambu yang dibuat seperti tongkat dengan pijakan kaki , menyusun kata, main jingkat/melempar batu dan melompat dengan satu kaki melewati kotak-kotak (hopscotch).

Dengan tingkat berkembangnya tehnologi yang begitu cepat dewasa ini, banyak anak-anak yang tinggal di perkotaan, menghabiskan sedikit waktunya untuk permainan yang melibatkan terutama olah fisik, motorik bersama dengan teman-temannya dan lebih memilih untuk menyibukkan diri pada jaringan sosial berbasis internet, seperti facebook atau hiburan multimedia interaktif seperti playstation (PS).

Adi, seorang anak remaja berusia 15 tahun, ‘generasi internet’, menghabiskan waktu luangnnya lebih banyak untuk bermain permainan computer dan PS. Teman-teman saya juga bermain permainan computer yang sama, tapi kebanyakan mereka pergi ke café internet/warnet. Adi pun mengatakan bahwa kadang-kadang pergi café internet/warnet untuk bermain computer games bersama teman-temannya.

Asti, usia 11 tahun, lebih memilih menghabiskan waktunya berselancar di jaringan sosial dunia maya/multimedia facebook daripada permainan papan modern seperti monopoli karena dengan facebook dia dapat ‘bercakap-cakap’ dan melihat foto teman-temanya.

Asti juga mengatakan bahwa dia suka permainan playstation karena memiliki banyak permainan dan keren, sembari menambahkan bahwa dia ingin memiliki i phone.

(sepertinya bukan hanya Asti saja yang berusia 11 tahun, orang dewasa termasuk saya juga ingin ^.^)

Teman-teman saya memiliki blackberry, jadi saya ingin memiliki I phone, kata Asti, merujuk telepon genggan pintar besutan (baca: keluaran) perusahaan Apple.

Neneng, ibu dari Asti mengatakan bahwa putrinya selalu meminta untuk memiliki peralatan elektronik modern karena kebanyakan teman-teman sekelasnya memiliki itu.

Dulu saya bermain permainan tradisional seperti congklak ( sebuah permainan ketangkasan menghitung kerang-kerang di papan kayu). Kami memiliki congklak di rumah tapi putrinya tidak sering memainkannya.

Neneng mengatakan bahwa ia mengkhawatirkan putrinya kecanduan/ketagihan terhadap facebook. Saya mengawasi facebooknya karena kadang-kadang, laki-laki dewasa meminta untuk ditambahkan ke dalam daftar teman-temannya.

Tri Yuliani, 42 tahun, seorang ibu rumah tangga lainnya, yang memiliki tiga orang anak di sekolah dasar, sekolah menengah lanjutan pertama dan sekolah menengah lanjutan atas, mengatakan bahwa semua anaknya itu memiliki account facebook.

Saya hanya mengikinkan anak-anak saya menggunakan computer and facebook hanya satu jam perhari, tapi mereka dapat menggunakan computer dan bermain facebook selama mereka mau pada akhir pecan, katanya.

Tri, menambahkan bahwa dia tidak mengizinkan permainan video games di rumah karena dapat menyebabkan anak-anaknya menjadi malas.

Menurutnya, jumlah taman bermain yang sedikit memiliki pengaruh yang besar terhadap bagaimana anak-anak bermain.

Dewasa ini, anak-anak bermain di dalam rumah dan tidak terlalu mengenal tetangganya, keluh Tri sembari menambahkan bahwa dulu anak-anak biasa melakukan permainan yang mengeluarkan banyak tenaga.

Ratih Ibrahim, seorang psikolog dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa anak-anak dewasa ini diperlengkapi dengan alat elektronik canggih yang dapat dibwa kemana-mana.

Menurutnya, semua itu memberikan stimulus yang lebih besar yang memungkinkan anak-anak generasi milenium ini membangun kontak emosional dan virtual dengan orang-orang yang benar-benar tidak mereka kenal.

Mereka terhubung secara digital dengan orang-orang, katanya. Permainan interaktif modern memisahkan anak-anak dari realitas.

Anak-anak sebelum jaman milenium (baca:perkembangan video game dan jaringan dunia maya) mengembangkan kontak pribadi dan fisik karena permainan tradisional membuat anak-anak terhubung dengan orang sungguhan bukan maya.

Dan secara pribadi mereka benar-benar mengenal teman-temannya.

Ratih mengatakan bahwa karakteristik permainan modern seharusnya tidak membuat orang tua kuatir membiarkan anak-anak mereka bermain dengan alat-alat elektronik modern tersebut.

Katanya, Ini merupakan tantangan bagi orangtua untuk teknologi cerdas.

Namun, ia menyarankan bahwa penggunaan gadget modern harus diimbangi dengan kegiatan‘nyata’ bukan maya.

Katanya, orang tua harus mengembangkan kemampuan anak-anak mereka untuk dapat berinteraksi/terhubung d dengan realitas/kenyataan.

Misalnya, anak-anak harus memiliki lebih banyak kegiatan luar ruangan dengan orang tua mereka.

Selamat malam Indonesia ^.^

No comments: